<div style='background-color: none transparent;'></div>
MAGEA SANOK SEMANEI SLAWEI KUTE NE,MARO BA ITE SELALU JEMAGO PERSATUAN LEM MBANGUN TANEAK TANAI TE,BLOGGER ADE BA ALAT MAGEA ITE UNTUK SELALU JEMALIN SILATURRAHMI.

Profil Kutai Topos Jurukalang

Kutai Topos atau dalam bahasa Indonesianya di sebut Tapus merupakan salah satu desa yang terletak di hulu sungai ketahun Kabupaten Lebong Provinsi Bengkulu,desa ini cukup subur dan berudara sejuk. Sehingga dengan alam seperti itu,penduduk yang 100% suku rejang ini kebanyakan bermata pencaharian tani,ada juga yang berdagang,pegawai negeri sipil,dll.Kutai Topos awalnya hanyalah sebuah peradaban kecil yang berada di hulu sungai ketahun,menurut para penghulu adat desa ini merupakan salah satu desa tertua dalam sejarah peradaban suku rejang mulai dari zaman Ajai sampai pada Zaman Biku serta zaman sekarang ini.
Sebuah desa yang sering di juluki tanah obat ini memiliki keunikan tersendiri mulai dari masyarakatnya yang ramah serta posisi desa yang cukup menarik jika di perhatikan dari kejauhan,di pagari perbukitan aliran sungai,gais pigai (garis yang mengelilingi desa) serta letaknya yang cukup tinggi dari aliran sungai ketahun. Orang tua-tua dulu sering berfalsafah bahwa perbukitan adalah pagar untuk desa tapus,letak desa yang tinggi dari sungai untuk mengantisipasi terjadinya banjir serta gais pigai merupakan pagar desa dari amukan gajah yang sering masuk desa pada zaman itu. Seiring perguliran zaman, desa ini pun berkembang dan lebih ramai dari sebelumnya,dari segi pendidikanpun tidak ketinggalan dari desa-desa lain. Sehingga dari desa ini bermunculan serjana-serjana yang cukup berpengaruh baik di kabupaten maupun di propinsi. Kesadaran pendidikan yang cukup berkembang pada masyarakat Tapus telah mengantarkan generasi desa ini untuk maju dan berkecipung di dunia kemasyarakatan dan pemerintahan.
Desa tapus bertetangga dengan Desa Tik Sirong,Ajai Siangm,Suka Negeri,Talang Baru,Talang Donok,Tanjung,Serta desa Bajak. Desa yang terletah lumayan jauh dari pusat pemerintahan Lebong ini memiliki potensi wisata Yang Tinggi,di antaranya air terjun Ekor Kuda terletak di sungai Tik semulen,air terjun Sapet,Batu Bahan Rumah Pahit Lidah,Batu Balimo,konon Batu ini menurut sejarah merupakan tempat rapatnya para pendiri suku rejang untuk menetapkan adat istiadat pada masyarakat suku rejang,yang sekarang di kenal dengan Adat Tiang Pat Lemo Ngen Rajo,dan masih banyak potensi wisata di desa ini yang belum di olah,baik masyarakat maupun pemerintah Kabupaten Lebong sendiri. Pada tahun 2008 dengan persesetujuan Bupati Lebong,daerah yang 100% Muslim ini di mekarkan menjadi Kecamatan. Dengan berdirinya kecamatan Topos (Tapus) Maka Kutai Topos tidak lagi menginduk kepada Kecamatan Rimbo Pengadang sebagaimana biasanya.

Demikianlah Profil singkat Kutai Topos (Tapus) Semoga kutai ini terus berkembang dan menuju arah yang lebih maju,serta berpegang teguh pada Agama serta adat istiadat yang tetap berdiri kokoh di Kutai ini. Oleh : H Anton

KEAJAIBAN TUMBUHAN

Selasa

Seorang mukmin berjalan di sebuah taman. Ia terpesona dengan keindahan taman yang merupakan kenikmatan Allah. Sesungguhnya, bagi yang sudi merenung, pada setiap benda hidup terdapat kebesaran-Nya.

Sebagai contoh, tanaman merambat yang melingkarkan tubuhnya mengelilingi sebuah dahan atau benda lain, merupakan fenomena yang perlu dipikirkan secara seksama. Jika pertumbuhan tanaman ini direkam dan dipertunjukkan ulang dengan cepat, akan terlihat bahwa tanaman merambat ini bergerak seolah-olah ia adalah makhluk yang memiliki kesadaran. Ia seolah-olah melihat dahan yang berada tepat di hadapannya, lalu ia mengulurkan dirinya ke arah dahan tersebut dan mengikatkan diri ke dahan seperti tali lasso.

Seorang mukmin yang menyaksikan semua ini kembali sadar bahwa Allah telah menciptakan semua benda hidup, dan bahwa Dia menciptakannya sebagai sistem yang unik dan tanpa cacat.

Ketika seseorang terus mengamati gerakan-gerakan tanaman ini, ia menemukan satu ciri menarik lain dari tumbuhan tersebut. Ia melihat bahwa batang tanaman merambat tersebut dengan kuat melekatkan dirinya di atas permukaan dimana ia berada dengan menjulurkan lengan-lengan sampingnya. Bahan yang kental yang diproduksi oleh tanaman yang tidak memiliki kesadaran tersebut merekat sedemikian kuat sehingga ketika tanaman ini dicoba untuk dipindahkan dengan cara menariknya dari tempat ia berada, maka cat yang ada ditembok akan ikut terangkat juga.

Begitupun dengan pepohonan. Pernahkan kita memikirkan bagaimana air mencapai dedaunan yang tinggi? Tidaklah mungkin bagi air dalam sebuah tanki di bagian bawah bangunan anda untuk naik ke lantai yang lebih atas tanpa adanya sebuah tanki hidroforik atau mesin pompa air yang kuat. Anda tidak akan mampu memompa air kendatipun hanya sampai ke lantai pertama. Oleh karena itu, sudah seharusnya ada sistem pemompaan yang mirip dengan mesin hidrofonik yang dimiliki oleh pohon.

Allah telah menciptakan untuk tiap-tiap pohon semua sarana dan perlengkapan yang diperlukan. Tambahan lagi, sistem pemompaan di setiap pohon terlalu canggih dibandingkan dengan yang ada di bangunan tempat tinggal manusia.

Hal lain yang dapat dipikirkan berhubungan dengan dedaunan. Dedaunan itu sesungguhnya bukan bentuk sederhana seperti yang terlihat mata. Dedaunan, misalnya, adalah sesuatu yang rentan dan mudah rusak. Namun, daun-daun ini tidak kering kerontang karena panasnya terik sinar matahari yang menyengat. Ketika seorang manusia berada pada suhu 40oC dalam waktu yang sebentar, warna kulitnya berubah, ia menderita dehidrasi. Sebaliknya, daun mampu untuk tetap hijau di bawah panas matahari yang menyengat tanpa terbakar selama berhari-hari, bahkan berbulan-bulan meskipun sangat sedikit sekali jumlah air yang mengalir melalui pembuluh-pembuluhnya yang mirip benang. Ini adalah sebuah keajaiban penciptaan yang menunjukkan bahwa Allah menciptakan segala sesuatu dengan ilmu yang tak tertandingi.

Begitulah, ketika menyusuri taman, kita memahami semua itu merupakan perwujudan sifat-Nya Yang Maha Indah (Al-Jamaal). Lihatlah:
bunga daisy yang menguning. Kupu-kupu dengan ekornya yang indah meliuk di sela bunga.

Kupu-kupu, misalnya, adalah makhluk yang sangat indah dan elok untuk dilihat. Kupu-kupu, yang memiliki sayap dengan simetri dan disain semacam renda yang demikian teliti sehingga terlihat seolah-olah dilukis dengan tangan, dengan warna yang harmoni dan dipenuhi fosfor sehingga berpendar, adalah bukti daya seni yang tak tertandingi dari ciptaan Allah.

Banyaknya jenis tanaman dan pohon yang tak terhitung di muka bumi merupakan bagian dari keindahan ciptaan Allah. Bunga-bunga dengan warna yang beraneka-ragam dan berbagai bentuk pepohonan telah diciptakan sedemikian rupa sehingga memberikan kenyamanan bagi manusia.

Seseorang yang memiliki keimanan akan berpikir bagaimana bunga seperti mawar, violet, daisy, hyacinth, anyelir, anggrek dan bunga-bunga lainnya memiliki permukaan yang sedemikian mulus, bagaimana mereka muncul dari biji-biji mereka dalam keadaan yang halus sama sekali tanpa ada lipatan-lipatan, bagaikan telah disetrika.

Satu lagi keajaiban ciptaan Allah adalah aroma sedap yang menakjubkan dari bunga-bunga ini. Mawar, misalnya, memiliki wangi yang tidak pernah berubah yang selalu dikeluarkannya. Bahkan dengan teknologi paling maju sekalipun, bau yang menyamai mawar tidak dapat dibuat.

Penelitian di laboratorium-laboratorium untuk menyerupai bau ini belum mendatangkan hasil yang memuaskan. Aroma parfum yang diproduksi dengan meniru bau mawar pada umumnya memiliki bau harum yang sedemikian kuat sehingga mengganggu orang. Tetapi bau asli dari bunga mawar tidak menimbulkan gangguan apapun bagi manusia.

Orang yang beriman sadar bahwa segala sesuatu ini diciptakan Allah agar ia memuji-Nya. Sadar akan hal ini, seseorang yang menyaksikan keindahan kebun ketika sedang berjalan-jalan akan mengagungkan Allah seraya mengatakan, ''Maa syaa Allahu, laa quwwata illaa billaah (sungguh atas kehendak Allah semua ini terwujud, tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah)'' (QS. Al-Kahfi, 18: 39). www.harunyahya.com
Continue Reading | komentar

SILIH BERGANTINYA MUSIM

Senin

Musim merupakan hasil sebuah fakta bahwasanya bumi tidak berputar terhadap porosnya pada kecepatan yang sama dengan kecepatan yang diperlukan bumi untuk berevolusi terhadap matahari. Ini, tentu saja, merupakan perwujudan dari keteraturan yang sempurna yang diciptakan oleh Allah SWT. Apabila Allah SWT berkehendak, musim dingin dapat saja berlangsung selama 365 hari dalam setahun, namun dalam kondisi seperti itu, kita tidak akan menemukan bentuk kehidupan yang lain. Dengan menciptakan empat musim, Allah SWT menganugerahkan kepada umat manusia berbagai macam bentuk keberkahan dari-Nya.

Allah SWT telah menciptakan musim sepanjang sejarah manusia, sejak dahulu hingga sekarang. Dan hingga saat ini Allah SWT masih terus menciptakannya. Semua orang mengharapkan musim panas setelah musim semi, dan tak seorangpun ragu atas hal tersebut, dan sudah sepatutnya datang musim panas setelah musim semi. Namun, jika Allah SWT berkehendak lain, mungkin saja tidak pernah ada musim panas di bumi. Fakta tersebut dimaksudkan agar orang-orang yang hidup berdasarkan Al-Qur'an harus mencerminkan rasa syukur yang mendalam atas keberkahan yang telah Allah SWT anugerahkan tersebut.

Setiap musim memiliki banyak keberkahannya sendiri-sendiri. Keberkahan musim panas adalah bunga yang bermekaran, buah-buahan dengan warna yang segar dan menggiurkan, kehangatan sinar matahari serta keindahan laut. Allah SWT menganugerahkan rahmat-Nya kepada kita dengan menjamin keberlangsungan keberkahan yang Allah SWT anugerahkan tersebut. Dalam salah satu ayat Al-Qur’an, Allah berfirman :

“Sesungguhnya pada penciptaan langit dan bumi, pergantian malam dan siang, kapal yang berlayar di laut dengan (muatan) yang bermanfaat bagi manusia, apa yang diturunkan Allah dari langit berupa air, lalu dengan itu dihidupkan-Nya bumi setelah mati (kering), dan Dia tebarkan di dalamnya bermacam-macam binatang, dan perkisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi, (semua itu) sungguh merupakan tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang mengerti.” (Al Baqarah (2) : 164) www.harunyahya.com
Continue Reading | komentar

BERPIKIR SECARA MENDALAM

Banyak yang beranggapan bahwa untuk "berpikir secara mendalam", seseorang perlu memegang kepala dengan kedua telapak tangannya, dan menyendiri di sebuah ruangan yang sunyi, jauh dari keramaian dan segala urusan yang ada. Sungguh, mereka telah menganggap "berpikir secara mendalam" sebagai sesuatu yang memberatkan dan menyusahkan. Mereka berkesimpulan bahwa pekerjaan ini hanyalah untuk kalangan "filosof".

Padahal, sebagaimana telah disebutkan dalam pendahuluan, Allah mewajibkan manusia untuk berpikir secara mendalam atau merenung. Allah berfirman bahwa Al-Qur'an diturunkan kepada manusia untuk dipikirkan atau direnungkan:

"Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu, penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan (merenungkan) ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran" (QS. Shaad, 38: 29).

Yang ditekankan di sini adalah bahwa setiap orang hendaknya berusaha secara ikhlas sekuat tenaga dalam meningkatkan kemampuan dan kedalaman berpikir.

Sebaliknya, orang-orang yang tidak mau berusaha untuk berpikir mendalam akan terus-menerus hidup dalam kelalaian yang sangat. Kata kelalaian mengandung arti

"ketidakpedulian (tetapi bukan melupakan), meninggalkan, dalam kekeliruan, tidak menghiraukan, dalam kecerobohan". Kelalaian manusia yang tidak berpikir adalah akibat melupakan atau secara sengaja tidak menghiraukan tujuan penciptaan diri mereka serta kebenaran ajaran agama. Ini adalah jalan hidup yang sangat berbahaya yang dapat menghantarkan seseorang ke neraka. Berkenaan dengan hal tersebut, Allah memperingatkan manusia agar tidak termasuk dalam golongan orang-orang yang lalai:

"Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai." (QS. Al-A'raaf, 7: 205)

"Dan berilah mereka peringatan tentang hari penyesalan, (yaitu) ketika segala perkara telah diputus. Dan mereka dalam kelalaian dan mereka tidak (pula) beriman." (QS. Maryam, 19: 39)

Dalam Al-Qur'an, Allah menyebutkan tentang mereka yang berpikir secara sadar, kemudian merenung dan pada akhirnya sampai kepada kebenaran yang menjadikan mereka takut kepada Allah. Sebaliknya, Allah juga menyatakan bahwa orang-orang yang mengikuti para pendahulu mereka secara taklid buta tanpa berpikir, ataupun hanya sekedar mengikuti kebiasaan yang ada, berada dalam kekeliruan. Ketika ditanya, para pengekor yang tidak mau berpikir tersebut akan menjawab bahwa mereka adalah orang-orang yang menjalankan agama dan beriman kepada Allah. Tetapi karena tidak berpikir, mereka sekedar melakukan ibadah dan aktifitas hidup tanpa disertai rasa takut kepada Allah. Mentalitas golongan ini sebagaimana digambarkan dalam Al-Qur'an:

Katakanlah: "Kepunyaan siapakah bumi ini, dan semua yang ada padanya, jika kamu mengetahui?"

Mereka akan menjawab: "Kepunyaan Allah." Katakanlah: "Maka apakah kamu tidak ingat?"

Katakanlah: "Siapakah Yang Empunya langit yang tujuh dan Yang Empunya 'Arsy yang besar?"

Mereka akan menjawab: "Kepunyaan Allah." Katakanlah: "Maka apakah kamu tidak bertakwa?"

Katakanlah: "Siapakah yang di tangan-Nya berada kekuasaan atas segala sesuatu sedang Dia melindungi, tetapi tidak ada yang dapat dilindungi dari (adzab)-Nya, jika kamu mengetahui?"

Mereka akan menjawab: "Kepunyaan Allah." Katakanlah: "(Kalau demikian), maka dari jalan manakah kamu ditipu (disihir)?"

"Sebenarnya Kami telah membawa kebenaran kepada mereka, dan sesungguhnya mereka benar-benar orang-orang yang berdusta." (QS. Al-Mu'minuun, 23: 84-90)

Berpikir dapat membebaskan seseorang dari belenggu sihir

Dalam ayat di atas, Allah bertanya kepada manusia, "…maka dari jalan manakah kamu ditipu (disihir)?. Kata disihir atau tersihir di sini mempunyai makna kelumpuhan mental atau akal yang menguasai manusia secara menyeluruh. Akal yang tidak digunakan untuk berpikir berarti bahwa akal tersebut telah lumpuh, penglihatan menjadi kabur, berperilaku sebagaimana seseorang yang tidak melihat kenyataan di depan matanya, sarana yang dimiliki untuk membedakan yang benar dari yang salah menjadi lemah. Ia tidak mampu memahami sebuah kebenaran yang sederhana sekalipun. Ia tidak dapat membangkitkan kesadarannya untuk memahami peristiwa-peristiwa luar biasa yang terjadi di sekitarnya. Ia tidak mampu melihat bagian-bagian rumit dari peristiwa-peristiwa yang ada. Apa yang menyebabkan masyarakat secara keseluruhan tenggelam dalam kehidupan yang melalaikan selama ribuan tahun serta menjauhkan diri dari berpikir sehingga seolah-olah telah menjadi sebuah tradisi adalah kelumpuhan akal ini.

Pengaruh sihir yang bersifat kolektif tersebut dapat dikiaskan sebagaimana berikut:

Dibawah permukaan bumi terdapat sebuah lapisan mendidih yang dinamakan magma, padahal kerak bumi sangatlah tipis. Tebal lapisan kerak bumi dibandingkan keseluruhan bumi adalah sebagaimana tebal kulit apel dibandingkan buah apel itu sendiri. Ini berarti bahwa magma yang membara tersebut demikian dekatnya dengan kita, dibawah telapak kaki kita!

Setiap orang mengetahui bahwa di bawah permukaan bumi ada lapisan yang mendidih dengan suhu yang sangat panas, tetapi manusia tidak terlalu memikirkannya. Hal ini dikarenakan para orang tua, sanak saudara, kerabat, teman, tetangga, penulis artikel di koran yang mereka baca, produser acara-acara TV dan professor mereka di universitas tidak juga memikirkannya.

Ijinkanlah kami mengajak anda berpikir sebentar tentang masalah ini. Anggaplah seseorang yang telah kehilangan ingatan berusaha untuk mengenal sekelilingnya dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada setiap orang di sekitarnya. Pertama-tama ia menanyakan tempat dimana ia berada. Apakah kira-kira yang akan muncul di benaknya apabila diberitahukan bahwa di bawah tempat dia berdiri terdapat sebuah bola api mendidih yang dapat memancar dan berhamburan dari permukaan bumi pada saat terjadi gempa yang hebat atau gunung meletus? Mari kita berbicara lebih jauh dan anggaplah orang ini telah diberitahu bahwa bumi tempat ia berada hanyalah sebuah planet kecil yang mengapung dalam ruang yang sangat luas, gelap dan hampa yang disebut ruang angkasa. Ruang angkasa ini memiliki potensi bahaya yang lebih besar dibandingkan materi bumi tersebut, misalnya: meteor-meteor dengan berat berton-ton yang bergerak dengan leluasa di dalamnya. Bukan tidak mungkin meteor-meteor tersebut bergerak ke arah bumi dan kemudian menabraknya.

Mustahil orang ini mampu untuk tidak berpikir sedetikpun ketika berada di tempat yang penuh dengan bahaya yang setiap saat mengancam jiwanya. Ia pun akan berpikir pula bagaimana mungkin manusia dapat hidup dalam sebuah planet yang sebenarnya senantiasa berada di ujung tanduk, sangat rapuh dan membahayakan nyawanya. Ia lalu sadar bahwa kondisi ini hanya terjadi karena adanya sebuah sistim yang sempurna tanpa cacat sedikitpun. Kendatipun bumi, tempat ia tinggal, memiliki bahaya yang luar biasa besarnya, namun padanya terdapat sistim keseimbangan yang sangat akurat yang mampu mencegah bahaya tersebut agar tidak menimpa manusia. Seseorang yang menyadari hal ini, memahami bahwa bumi dan segala makhluk di atasnya dapat melangsungkan kehidupan dengan selamat hanya dengan kehendak Allah, disebabkan oleh adanya keseimbangan alam yang sempurna dan tanpa cacat yang diciptakan-Nya.

Contoh di atas hanyalah satu diantara jutaan, atau bahkan trilyunan contoh-contoh yang hendaknya direnungkan oleh manusia. Di bawah ini satu lagi contoh yang mudah-mudahan membantu dalam memahami bagaimana "kondisi lalai" dapat mempengaruhi sarana berpikir manusia dan melumpuhkan kemampuan akalnya.

Manusia mengetahui bahwa kehidupan di dunia berlalu dan berakhir sangat cepat. Anehnya, masih saja mereka bertingkah laku seolah-olah mereka tidak akan pernah meninggalkan dunia. Mereka melakukan pekerjaan seakan-akan di dunia tidak ada kematian. Sungguh, ini adalah sebuah bentuk sihir atau mantra yang terwariskan secara turun-temurun. Keadaan ini berpengaruh sedemikian besarnya sehingga ketika ada yang berbicara tentang kematian, orang-orang dengan segera menghentikan topik tersebut karena takut kehilangan sihir yang selama ini membelenggu mereka dan tidak berani menghadapi kenyataan tersebut. Orang yang mengabiskan seluruh hidupnya untuk membeli rumah yang bagus, penginapan musim panas, mobil dan kemudian menyekolahkan anak-anak mereka ke sekolah yang bagus, tidak ingin berpikir bahwa pada suatu hari mereka akan mati dan tidak akan dapat membawa mobil, rumah, ataupun anak-anak beserta mereka. Akibatnya, daripada melakukan sesuatu untuk kehidupan yang hakiki setelah mati, mereka memilih untuk tidak berpikir tentang kematian.

Namun, cepat atau lambat setiap manusia pasti akan menemui ajalnya. Setelah itu, percaya atau tidak, setiap orang akan memulai sebuah kehidupan yang kekal. Apakah kehidupannya yang abadi tersebut berlangsung di surga atau di neraka, tergantung dari amal perbuatan selama hidupnya yang singkat di dunia. Karena hal ini adalah sebuah kebenaran yang pasti akan terjadi, maka satu-satunya alasan mengapa manusia bertingkah laku seolah-olah mati itu tidak ada adalah sihir yang telah menutup atau membelenggu mereka akibat tidak berpikir dan merenung.

Orang-orang yang tidak dapat membebaskan diri mereka dari sihir dengan cara berpikir, yang mengakibatkan mereka berada dalam kelalaian, akan melihat kebenaran dengan mata kepala mereka sendiri setelah mereka mati, sebagaimana yang diberitakan Allah kepada kita dalam Al-Qur'an :

"Sesungguhnya kamu berada dalam keadaan lalai dari (hal) ini, maka Kami singkapkan daripadamu tutup (yang menutupi) matamu, maka penglihatanmu pada hari itu amat tajam." (QS. Qaaf, 50: 22)

Dalam ayat di atas penglihatan seseorang menjadi kabur akibat tidak mau berpikir, akan tetapi penglihatannya menjadi tajam setelah ia dibangkitkan dari alam kubur dan ketika mempertanggung jawabkan segala amal perbuatannya di akhirat.

Perlu digaris bawahi bahwa manusia mungkin saja membiarkan dirinya secara sengaja untuk dibelenggu oleh sihir tersebut. Mereka beranggapan bahwa dengan melakukan hal ini mereka akan hidup dengan tentram. Syukurlah bahwa ternyata sangat mudah bagi seseorang untuk merubah kondisi yang demikian serta melenyapkan kelumpuhan mental atau akalnya, sehingga ia dapat hidup dalam kesadaran untuk mengetahui kenyataan. Allah telah memberikan jalan keluar kepada manusia; manusia yang merenung dan berpikir akan mampu melepaskan diri dari belenggu sihir pada saat mereka masih di dunia. Selanjutnya, ia akan memahami tujuan dan makna yang hakiki dari segala peristiwa yang ada. Ia pun akan mampu memahami kebijaksanaan dari apapun yang Allah ciptakan setiap saat.

Seseorang dapat berpikir kapanpun dan dimanapun

Berpikir tidaklah memerlukan waktu, tempat ataupun kondisi khusus. Seseorang dapat berpikir sambil berjalan di jalan raya, ketika pergi ke kantor, mengemudi mobil, bekerja di depan komputer, menghadiri pertemuan dengan rekan-rekan, melihat TV ataupun ketika sedang makan siang.

Misalnya: di saat sedang mengemudi mobil, seseorang melihat ratusan orang berada di luar. Ketika menyaksikan mereka, ia terdorong untuk berpikir tentang berbagai macam hal. Dalam benaknya tergambar penampilan fisik dari ratusan orang yang sedang disaksikannya yang sama sekali berbeda satu sama lain. Tak satupun diantara mereka yang mirip dengan yang lain. Sungguh menakjubkan: kendatipun orang-orang ini memiliki anggota tubuh yang sama, misalnya sama-sama mempunyai mata, alis, bulu mata, tangan, lengan, kaki, mulut dan hidung; tetapi mereka terlihat sangat berbeda satu sama lain. Ketika berpikir sedikit mendalam, ia akan teringat bahwa:

Allah telah menciptakan bilyunan manusia selama ribuan tahun, semuanya berbeda satu dengan yang lain. Ini adalah bukti nyata tentang ke Maha Perkasaan dan ke Maha Besaran Allah.

Menyaksikan manusia yang sedang lalu lalang dan bergegas menuju tempat tujuan mereka masing-masing, dapat memunculkan beragam pikiran di benak seseorang. Ketika pertama kali memandang, muncul di pikirannya: manusia yang jumlahnya banyak ini terdiri atas individu-individu yang khas dan unik. Tiap individu memiliki dunia, keinginan, rencana, cara hidup, hal-hal yang membuatnya bahagia atau sedih, serta perasaannya sendiri. Secara umum, setiap manusia dilahirkan, tumbuh besar dan dewasa, mendapatkan pendidikan, mencari pekerjaan, bekerja, menikah, mempunyai anak, menyekolahkan dan menikahkan anak-anaknya, menjadi tua, menjadi nenek atau kakek dan pada akhirnya meninggal dunia. Dilihat dari sudut pandang ini, ternyata perjalanan hidup semua manusia tidaklah jauh berbeda; tidak terlalu penting apakah ia hidup di perkampungan di kota Istanbul atau di kota besar seperti Mexico, tidak ada bedanya sedikitpun. Semua orang suatu saat pasti akan mati, seratus tahun lagi mungkin tak satupun dari orang-orang tersebut yang akan masih hidup. Menyadari kenyataan ini, seseorang akan berpikir dan bertanya kepada dirinya sendiri: "Jika kita semua suatu hari akan mati, lalu apakah gerangan yang menyebabkan manusia bertingkah laku seakan-akan mereka tak akan pernah meninggalkan dunia ini? Seseorang yang akan mati sudah sepatutnya beramal secara sungguh-sungguh untuk kehidupannya setelah mati; tetapi mengapa hampir semua manusia berkelakuan seolah-olah hidup mereka di dunia tak akan pernah berakhir?"

Orang yang memikirkan hal-hal semacam ini lah yang dinamakan orang yang berpikir dan mencapai kesimpulan yang sangat bermakna dari apa yang ia pikirkan.

Sebagian besar manusia tidak berpikir tentang masalah kematian dan apa yang terjadi setelahnya. Ketika mendadak ditanya,"Apakah yang sedang anda pikirkan saat ini?", maka akan terlihat bahwa mereka sedang memikirkan segala sesuatu yang sebenarnya tidak perlu untuk dipikirkan, sehingga tidak akan banyak manfaatnya bagi mereka. Namun, seseorang bisa juga "berpikir" hal-hal yang "bermakna", "penuh hikmah" dan "penting" setiap saat semenjak bangun tidur hingga kembali ke tempat tidur, dan mengambil pelajaran ataupun kesimpulan dari apa yang dipikirkannya.

Dalam Al-Qur'an, Allah menyatakan bahwa orang-orang yang beriman memikirkan dan merenungkan secara mendalam segala kejadian yang ada dan mengambil pelajaran yang berguna dari apa yang mereka pikirkan.

"Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka." (QS. Aali 'Imraan, 3: 190-191).

Ayat di atas menyatakan bahwa oleh karena orang-orang yang beriman adalah mereka yang berpikir, maka mereka mampu melihat hal-hal yang menakjubkan dari ciptaan Allah dan mengagungkan Kebesaran, Ilmu serta Kebijaksanaan Allah.

Berpikir dengan ikhlas sambil menghadapkan diri kepada Allah

Agar sebuah perenungan menghasilkan manfaat dan seterusnya menghantarkan kepada sebuah kesimpulan yang benar, maka seseorang harus berpikir positif. Misalnya: seseorang melihat orang lain dengan penampilan fisik yang lebih baik dari dirinya. Ia lalu merasa dirinya rendah karena kekurangan yang ada pada fisiknya dibandingkan dengan orang tersebut yang tampak lebih rupawan. Atau ia merasa iri terhadap orang tersebut. Ini adalah pikiran yang tidak dikehendaki Allah. Jika ridha Allah yang dicari, maka seharusnya ia menganggap bagusnya bentuk rupa orang yang ia lihat sebagai wujud dari ciptaan Allah yang sempurna. Dengan melihat orang yang rupawan sebagai sebuah keindahan yang Allah ciptakan akan memberikannya kepuasan. Ia berdoa kepada Allah agar menambah keindahan orang tersebut di akhirat. Sedang untuk dirinya sendiri, ia juga meminta kepada Allah agar dikaruniai keindahan yang hakiki dan abadi di akhirat kelak. Hal serupa seringkali dialami oleh seorang hamba yang sedang diuji oleh Allah untuk mengetahui apakah dalam ujian tersebut ia menunjukkan perilaku serta pola pikir yang baik yang diridhai Allah atau sebaliknya.
Keberhasilan dalam menempuh ujian tersebut, yakni dalam melakukan perenungan ataupun proses berpikir yang mendatangkan kebahagiaan di akhirat, masih ditentukan oleh kemauannya dalam mengambil pelajaran atau peringatan dari apa yang ia renungkan. Karena itu, sangatlah ditekankan disini bahwa seseorang hendaknya selalu berpikir secara ikhlas sambil menghadapkan diri kepada Allah. Allah berfirman dalam Al-Qur'an :

"Dia lah yang memperlihatkan kepadamu tanda-tanda (kekuasaan)-Nya dan menurunkan untukmu rezki dari langit. Dan tiadalah mendapat pelajaran kecuali orang-orang yang kembali (kepada Allah)." (QS. Ghaafir, 40: 13)www.harunyahya.com
Continue Reading | komentar

ASAL-USUL SUKU-SUKU BANGSA DI PROPINSI BENGKULU

Jumat

Di Propinsi Bengkulu terdapat cukup banyak suku bangsa yang memiliki ciri-ciri budaya sendiri. Setiap suku bangsa tersebut memiliki bahasa dan adat istiadat yang berbeda satu sama lain. Suku-suku bangsa yang telah hidup secara turun temurun di Propinsi Bengkulu antara lain adalah : suku bangsa Rejang; suku bangsa Serawai, suku bangsa Melayu Bengkulu, suku bangsa Pasemah, suku bangsa Lembak, suku bangsa Muko-Muko, Suku bangsa Enggano, suku bangsa Kaur dan sebagainya.
Dari berbagai suku bangsa yang hidup di Bengkulu tersebut, mayoritas penduduk asli berasal dari suku bangsa Rejang (yang tersebar di Kabupaten Rejang Lebong dan Bengkulu Utara) dan Serawai --- yang sebagian besar berada di wilayah Kabupaten Bengkulu Selatan. Oleh sebab itu, dalam tulisan ini fokus utama yang menjadi sorotan adalah kehidupan dan adat istiadat suku bangsa Rejang dan Serawai, tanpa bermaksud untuk mengabaikan keberadaan suku-suku bangsa lainnya.

1. Suku Bangsa Rejang.

Asal usul suku Rejang hingga saat ini masih belum diketahui secara jelas. Kisah-kisah mengenai suku Rejang sampai saat ini hanya didasarkan pada keterangan-keterangan ahli Tembo dan Adat Rejang. Menurut Tembo dan Adat Rejang, suku Rejang berasal dari Bedaracina yang datang ke Daerah Bengkulu melalui Pagarruyung dan menetap di suatu lembah subur, yang kemudian mereka sebut Renah Sekalawi. Orang pertama yang memimpin suku bangsa Rejang adalah Sutan Sriduni.
Setelah berkembang, keturunan rombongan pertama yang dipimpin oleh Sutan Sriduni menganggap bahwa Renah Sekalawi merupakan tanah asal-usul mereka. Dalam perkembangan selanjutnya suku Rejang terbagi dalam empat kelompok besar yang disebut Petulai. Keempat Petulai tersebut masing-masing dipimpin oleh seorang pimpinan yang disebut Ajai. Keempat Ajai tersebut adalah :

a. Ajai Bintang, memimpin di Sadei (desa) Pelabai Lebong yang terletak di Marga Suku IX Kecamatan Lebong Utara;

b. Ajai Siang, memimpin di Sadei Siang Lakat yang terletak di Marga Jurukalang Kecamatan Lebong Selatan;

c. Ajai Malang, memimpin di di Sadei Bandar Agung yang terletak di Marga Suku IX Kecamatan Lebong Utara; dan

d. Ajai Begelang Mato, memimpin di Sadei Kutai Belek Tebo, yang terletak di Marga Suku VIII Kecamatan Lebong Selatan.

Selanjutnya suku Rejang didatangi oleh empat orang bangsawan dari Kerajaan Sriwijaya yang mampu menanamkan pengaruhnya kepada suku Rejang. Keempat bangsawan ini kemudian kawin dengan puteri-puteri para Ajai dan selanjutnya diangkat menjadi pimpinan ke empat Petulai. Keempat bangsawan Sriwijaya tersebut diberi gelar Bikaw (berasal dari kata Biku atau Biksu) dan masing-masing memimpin satu kesatuan kekeluargaan yang diberi nama sesuai dengan identitas kelompok masing-masing. Para Bikaw dan kelompok masyarakatnya tersebut adalah :

a. Bikaw Sepanjang Jiwo, memimpin Marga Tubai yang terletak di Pelabai;
b. Bikaw Bermano, memimpin Marga Bermani yang terletak di Kutei Rukam dekat dusun Tes sekarang;
c. Bikaw Bejenggo, memimpin marga Selupuak yang terletak di Batu Lebar dekat Anggung Rejang di Kesambe;
d. Bikaw Bembo, memimpin marga Jurukalang yang terletak di Suka Negeri dekat Tapus (hulu Sungai Ketahun).

Keempat kelompok masyarakat di bawah pimpinan para Bikaw kemudian disebut Rejang Empat Petulai (Jang Pat Petulai), yang terdiri dari Petulai Tubai (Tubai), Petulai Jurukalang, Petulai Selupuak dan Petulai Bermani. Pada masa itu di setiap Petulai terdapat Kuteui (desa yang berdiri sendiri) sebagai suatu kelompok masyarakat hukum adat di bawah Petulai. Kepala Kuteui di sebut Tuai Kuteui dan dalam menjalankan pemerintahannya dibantu oleh Kepala Sukau/Sadei.
Dari generasi ke generasi Petulai-Petulai tersebut tersebar ke wilayah-wilayah sepanjang aliran sungai Musi, Sungai Ketahun, Sungai Kelingi, pesisir pantai, dan tempat-tempat lainnya. Dalam tembo tempat-tempat perpindahan ini disebut Sindang Empat Lawang, Sindang Beliti, Ulu Musi, Renah Pesisir dan Renah Ketahun.
Di sekitar awal abad XVII Masehi, diadakan permufakatan besar suku bangsa Rejang yang dipimpin oleh Petulai dan pecahan-pecahan Peulai dari keempat wilayah Lebong. Permufakatan besar ini bertujuan untuk membina persatuan dan kesatuan suku bangsa Rejang. Keputusan-keputusan penting dari permufakatan besar tersebut antara lain :

a. Seluruh daerah yang didiami oleh suku bangsa Rejang dibagi dalam empat Luak, yaitu Luak Lebong, Luak Ulu Musi, Luak Lembak Beliti dan Luak Pesisir.

b. Pecahan-pecahan Petulai Tubai di luar wilayah Lebong diakui keberadaannya dan disebut Migai (Merigi), sedang pecahan di dalam wilayah Lebong disebut Sukau Delapeun (Suku VIII) dan Sukau Semilan (Suku IX).

c. Pemberian gelar Depati bagi para pemimpin Petulai, yaitu :

1) Depati Pasak Bumi bagi Sapau Lanang, pemimpin Petulai Bermani di Kuteui Rukam;
2) Depati Rajo Besar bagi Rio Tado, pemimpin Petulai Jurukalang di Tapus;

3) Depati Tiang Alam bagi Ajai Malang, pemimpin Petulai Selupuak di Atas Tebing;
4) Depati Kemala Ratu bagi Ki Pati, pemimpin pecahan-pecahan petulai Sukau Delapeun di Karang Anyar.

d. Dalam bidang pertahanan dan keamanan diadakan pembagian tugas sebagai berikut :

1) empat orang pemimpin Sindang Empat Lawang dan lima orang pemimpin Sindang Beliti menjaga ancaman musuh dari Timur;

2) sebelas orang pemimpin dari Renah Pesisir dan tujuh orang pemimpin Renah Ketahun menjaga ancaman musuh yang datang dari laut.

Pemerintahan kolektif di seluruh suku bangsa Rejang di mulai saat ini dengan pimpinan keempat Depati tersebut bersama-sama. Oleh sebab itu, pemerintahan kolektif empat Depati ini disebut dengan istilah pemerintahan Depati Tiang Empat. Koordinator pemerintahan ini adalah Ki Pandan, pimpinan pecahan petulai Sukau Semilan yang berkedudukan di Bandar Agung dengan gelar Rajo Depati.
Selanjutnya suku bangsa Rejang memiliki satu kesatuan pimpinan adat yang dipegang oleh Depati Tiang Empat. Segala perselisihan adat atau bila ada kekacauan dilaporkan kepada Depati Tiang Empat yang memutuskan kata akhir. Demikian pula apabila ada keturunan pecahan petulai Tubai di luar Lebong mengalami kesulitan dan kekurangan akan hal adat.
Pemerintahan kolektif Depati Tiang Empat ini terus berjalan secara turun-temurun hingga sampai pada awal penjajahan Belanda (1860/1860 Masehi). Namun setelah itu secara bertahap, pemerintah penjajah mulai menghilangkan eksistensi pemerintahan Depati Tiang Empat ini.
Suku bangsa Rejang telah mengenal tulis baca karena mereka telah memiliki huruf tersendiri yang disebut oleh sebahagian ahli sebagai tulisan Rencong. Masyarakat Rejang sendiri menyebut tulisan mereka sebagai huruf Ka Ga Nga. Huruf ini dahulu dapat digunakan oleh para pemimpin suku bangsa Rejang, Palembang, Serawai, Komering dan Lampung. Perbedaan huruf Rencong dari masing-masing suku bangsa tersebut memang ada, tapi tidaklah banyak.

2. Suku Bangsa Serawai.

Suku bangsa Serawai merupakan suku bangsa kedua terbesar yang hidup di daerah Bengkulu. Sebagian besar masyarakat suku Serawai berdiam di Kabupaten Bengkulu Selatan yakni di kecamatan Sukaraja, Seluma, Talo Pino, Kelutum, Manna dan Seginim. Suku bangsa Serawai mempunyai mobilitas yang cukup tinggi, saat ini banyak dari mereka yang pindah ke daerah-daerah lain untuk mencari penghidupan baru, seperti ke Rejang Lebong, Bengkulu Utara dan sebagainya.
Secara tradisional, suku bangsa Serawai hidup dari kegiatan di sektor pertanian, khususnya perkebunan. Banyak di antara mereka mengusahakan tanaman perkebunan atau jenis tanaman keras, misalnya cengkeh, kopi, kelapa dan karet. Meskipun demikian, mereka juga mengusahakan tanaman pangan, palawija, hortikultura dan peternakan untuk kebutuhan hidup.
Asal-usul suku bangsa Serawai masih belum bisa dirumuskan secara ilmiah, baik dalam bentuk tulisan maupun dalam bentuk-bentuk publikasi lainnya. Asal-usul suku bangsa Serawai hanya diperoleh dari uraian atau ceritera dari orang-orang tua. Sudah tentu sejarah tutur seperti ini sangat sukar menghindar dari masuknya unsur-unsur legenda atau dongeng sehingga sulit untuk membedakan mana yang bernilai sejarah dan mana yang bukan. Ada satu tulisan yang diketemukan di makam Leluhur Semidang Empat Dusun yang terletak di Maras, Kecamatan Talo. Tulisan tersebut ditulis di atas kulit kayu dengan menggunakan huruf yang menyerupai huruf Arab kuno. Namun sayang sekali sampai saat ini belum ada di antara para ahli yang dapat membacanya.
Berdasarkan ceritera para orang tua, suku bangsa Serawai berasal dari leluhur yang bernama Serunting Sakti bergelar Si Pahit Lidah. Asal-usul Serunting Sakti sendiri masih gelap. Sebagian orang mengatakan bahwa Serunting Sakti berasal dari suatu daerah di Jazirah Arab, yang datang ke Bengkulu melalui kerajaan Majapahit. Di Majapahit, serunting Sakti minta suatu daerah untuk didiaminya dan oleh Raja Majapahit dia diperintahkan untuk memimpin di daerah Bengkulu Selatan. Ada pula yang berpendapat bahwa Serunting Sakti berasal dari langit, ia turun ke bumi tanpa melalui rahim seorang ibu. Selain itu, ada pula yang berpendapat bahwa Serunting Sakti adalah anak hasil hubungan gelap antara Puyang Kepala Jurai dengan puteri Tenggang.
Di dalam Tembo Lebong terdapat ceritera singkat mengenai seorang puteri yang bernama puteri Senggang. Puteri Senggang adalah anak dari Rajo Megat, yang memiliki dua orang anak yakni Rajo Mawang dan Puteri Senggang. Dalam tembo tersebut kisah mengenai Rajo Mawang terus berlanjut sedangkan kisah puteri Senggang terputus begitu saja. Hanya saja ada disebutkan bahwa puteri Senggang terbuang dari keluarga Rajo Mawang.
Apabila kita simak ceritera tentang kelahiran Serunting Sakti, diduga ada hubungannya dengan kisah puteri Senggang ini dan ada kemungkinan bahwa puteri Senggang inilah yang disebut oleh orang Serawai dengan nama puteri Tenggang. Diceriterakan bahwa Puyang Kepala Jurai yang sangat sakti jatuh cinta pada Puteri Tenggang, tapi cintanya ditolak. Namun berkat kesaktiannya, Puyang Kepala Jurai dapat melakukan hubungan dengan puteri Tenggang, tanpa disadari oleh puteri itu sendiri. Akibat dari perbuatan ini puteri Tenggang menjadi hamil. Setelah puteri Tenggang melahirkan seorang anak perempuan yang diberi nama Puteri Tolak Merindu barulah terjadi perkawinan antara putri Tenggang dengan Puyang Kepala Jurai, itupun dilakukan setelah puteri Tolak Merindu dapat berjalan dan bertutur kata.
Setelah perkawinan tersebut, keluarga Puyang Kepala Jurai belum lagi memperoleh anak untuk jangka waktu yang lama. Kemudian Puyang Kepala Jurai mengangkat tujuh orang anak, yaitu : Semidang Tungau; Semidang Merigo; Semidang Resam; Semidang Pangi; Semidang Babat; Semidang Gumay dan Semidang Semitul. Setelah itu barulah Puyang Kepala Jurai memperoleh seorang putera yang diberi nama Serunting. Serunting inilah yang kemudian hari menjadi Serunting Sakti bergelar Si Pahit Lidah. Serunting Sakti berputera tujuh orang, yaitu :

a. Serampu Sakti, yang menetap di Rantau Panjang (sekarang termasuk marga Semidang Alas), Bengkulu Selatan;
b. Gumatan, yang menetap di Pasemah Padang Langgar, Lahat;
c. Serampu Rayo, yang menetap di Tanjung Karang Enim, Lematang Ilir Ogan Tengah (LIOT);
d. Sati Betimpang, yang menetap di Ulak Mengkudu, Ogan;
e. Si Betulah, yang menetap di Saleman Lintang, Lahat;
f. Si Betulai, yang menetap di Niur Lintang, Lahat; dan
g. Bujang Gunung, yang menetap di Ulak Mengkudu Lintang, Lahat.

Putera Serunting Sakti yang bernama Serampu Sakti mempunyai 13 orang putera yang tersebar di seluruh tanah Serawai. Serampu Sakti dengan anak-anaknya ini dianggap sebagai cikal bakal suku bangsa Serawai. Putera ke 13 Serampu Sakti yang bernama Rio Icin bergelar Puyang Kelura mempunyai keturunan sampai ke Lematang Ulu dan Lintang.
Dalam istilah daerah Rejang, suku bangsa Serawai sering disebut Jang Sawei (Rejang Serawai). Dari sini kita dapat mengetahui bahwa suku bangsa Rejang menganggap bahwa suku bangsa Serawai merupakan salah satu pecahan dari Suku bangsa Rejang atau sejak dulu sudah berasimilasi dengan suku bangsa Rejang. Hal ini mungkin ada benarnya, banyak tarian adat suku bangsa Rejang yang memiliki banyak kesamaan dengan tarian adat suku Serawai, terlebih lagi bila kita menyimak kisah tentang puteri Senggang di atas.
Kata Serawai sendiri masih belum jelas artinya. Sebagian orang mengatakan bahwa Serawai berarti "satu keluarga", hal ini tidak mengherankan apabila dilihat rasa persaudaraan atau kekerabatan di antara orang-orang Serawai sangat kuat. Selain itu ada pula tiga pendapat lain mengenai asal kata Serawai, yaitu :

a. Serawai berasal dari kata Sawai yang berarti Cabang. Cabang di sini maksudnya adalah cabang dua buah sungai yakni Sungai Musi dan Sungai Seluma yang dibatasi oleh Bukit Campang;

b. Serawai berasal dari kata Seran. Kata Seran sendiri bernakna Celaka, hal ini dihubungkan dengan legenda anak raja dari hulu yang dibuang karena terkena penyakit menular. Anak raja ini dibuang ke sungai dan terdampar di muara dan disitulah anak raja tersebut membangun negeri.

c. Serawai berasal dari kata Selawai yang berarti Gadis atau Perawan. Pendapat ini mendasarkan diri pada ceritera yang mengatakan bahwa suku bangsa Serawai adalah keturunan sepasang suami-isteri. Sang Suami berasal dari Rejang Sabah (penduduk asli pesisir pantai Bengkulu) dan isterinya adalah seorang puteri atau gadis yang berasal dari Lebong. Dalam bahasa Lebong, puteri atau gadis disebut Selawai. Kedua suami-isteri ini kemudian beranak-pinak dan mendirikan kerajaan kecil yang oleh orang Lebong dinamakan Selawai.

Suku bangsa Serawai juga telah memiliki tulisan sendiri. Tulisan itu, seperti halnya huruf Ka Ga Nga suku Rejang, disebut oleh para ahli dengan nama huruf Rencong. Suku bangsa Serawai sendiri menamakan tulisan itu sebagai Surat Ulu. Susunan bunyi huruf pada Surat Ulu sangat mirip dengan tulisan Ka Ga Nga pada huruf Rejang. Oleh sebab itu tidak aneh apabila pada masa lalu para pemimpin suku-suku bangsa Rejang dan Serawai dapat saling berkomunikasi dengan menggunakan bentuk-bentuk tulisan ini.

Bengkulu, 27 Mei 1996.

(Drs. Musiar Danis, M.Sc).
Continue Reading | komentar
Photobucket
 
Copyright © 2011. KUTAI TOPOS JURUKALANG . All Rights Reserved
Company Info | Contact Us | Privacy policy | Term of use | Widget | Advertise with Us | Site map
Template Modify by Creating Website. Inpire by Darkmatter Rockettheme Proudly TOPOS Blogger